Pages

3/31/2010

Ah, Teori!

Ketika ada acara sharing, bincang-bincang, dialog, bahkan diskusi yang saya ikuti, ada saja yang mengatakan, "Ah, itu kan teori!"

Ucapan itu biasanya muncul ketika seseorang menyampaikan sesuatu dengan kata-kata dari mimbar, oleh seorang narasumber, bahkan cerita-cerita biasa oleh seseorang yang menyampaikan 'teori'. Nada ucapannya adalah semacam tidak percaya dengan teori, atau bisa dikatakan teori itu hanya teori saja, tidak berarti apa-apa.

Kadang-kadang, ungkapan-ungkapan itu juga diarahkan kepada pengkhotbah, psikolog, peneliti, ilmuwan, seorang ahli, pembicara motivasional, seorang scholar, bahkan konsultan.

Saat-saat lain sering juga saya dengar ungkapan begini, "Teori ya teori, yang penting praktik."
Saya tergelitik dengan pandangan-pandangan orang-orang yang menganggap kurang penting atau bahkan menganggap rendah sebuah teori.

Lalu saya ingat ketika menempuh perkuliahan di Bandung. Ada mata kuliah, tanpa praktik atau praktikum, namanya Teori Otomata. Dari semua mata kuliah yang ada termasuk mata kuliah pilihan (bebas) justru mata kuliah inilah yang paling sulit dan rumit. Ya menurut saya inilah yang paling sulit dan rumit.

Untuk memadai mengambil mata kuliah ini, harus memadai pengetahuan matematika, khususnya kalkulus dan logika matematika. Mata kuliah lain yang cukup sulit yang bahkan ada praktikumnya seperti: Rangkaian Digital , Rekayasa Piranti Lunak, Sistem Informasi, tidak sesulit mata kuliah ini.

Dan coba bayangkan, dari semua mata kuliah, yang paling sulit dan rumit, cuma 'Teori'!
Saya sering membayangkan, bahwa orang-orang yang menganggap enteng teori adalah orang-orang yang mengecilkan pengertian dan pemahaman. Ada lagi yang menjadi titik yang sangat penting, bahwa orang-orang yang tidak menghargai teori atau pengertian atau pemahaman adalah orang-orang yang membatasi dirinya. Orang-orang yang mengerdilkan makna pengetahuan.

Kita tahu bagaimana situasi kalau kita membatasi diri kita. Ibarat katak dalam tempurung, hanya seluas tempurung itulah luas dunia, bahkan luas alam semesta. Seorang penulis, Louise Hay menyatakan,
"If you accept a limiting belief, then it will become a truth for you."

Saya hanya sering membayangkan tentang teori seperti ini. Ada dua orang anak muda bernama Agus dan Bagus, baru tiba di New York City (NYC). Mereka berdua boleh disebut pertama sekali menginjakkan kaki di kota ini, dan sebelumnya tidak ada perhatian khusus tentang kota ini.

Kemudian mereka punya tugas atau misi mengunjungi beberapa tempat di NYC untuk beberapa urusan juga. Satu orang (Bagus) diberi peta NYC dan satu lagi (Agus) tidak diberi peta. Lalu mereka disuruh dan pergi menunaikan tugasnya.

Lalu kita tahu akibatnya bukan? Bisa diduga, Bagus, yang memiliki peta akan lebih mudah mengerjakan tugasnya, bahkan mungkin lebih cepat dan lebih baik. Jika petanya lebih lengkap, lebih baik lagi. Seperti peta itulah teori.

Walaupun orang yang menguasai peta NYC, tidak berarti pasti menguasai NYC. Karena peta New York City bukanlah New York City.

--

Jadi, mulai sekarang, masih berani mengatakan, "Ah, cuma teori!" ?
:-)

Harmoni dan Mendengar Suara Orang Lain

Saya ingin menulis sedikit hari ini, tentang harmoni.


Istilah 'harmoni' bisa digunakan untuk berbagai hal dalam kehidupan. Harmoni dibentuk oleh perbedaan dan keberagaman. Tapi jelas bukan untuk individu murni. Harmoni misalnya dibentuk lebih daripada satu individu tetapi fokusnya bukan individu, tapi apa yang dibentuk individu-individu itu secara bersama. Dan tidak ada harmoni kalau tidak ada perbedaan. Boleh disebut bahwa harmoni itu adalah perbedaan atau keberagaman yang menyatu atau terpadu.

Saya teringat harmoni ini, karena beberapa hari lalu kelompok paduan suara yang saya ikut di dalamnya melantunkan beberapa lagu. Jadi, harmoni dalam tulisan ini lebih banyak dalam konteks paduan suara atau musik, yang sebetulnya juga secara prinsip sama dalam konteks lain.

Harmoni, atau harmony dalam kamus Inggris - Indonesia terbitan Gramedia menyatakan artinya:
~ keselarasan
~ keserasian
~ kecocokan
~ kesesuaian
~ kerukunan
Saya ikut paduan suara selain gemar menyanyi, juga karena hal-hal lain. Hal-hal lain itu adalah kebersamaannya, keakrabannnya, juga canda-canda sebelum, selama, dan setelah latihan. Bahkan mungkin yang tidak terlupakan adalah hal-hal yang terjadi di luar nyanyi-menyanyi. Dengan seringnya berkumpul, kita yang bergabung dalam paduan suara, dari bermacam-macam budaya, akan terbentuk keakraban. Bisa dikatakan kelompok paduan suara itu menjadi satu komunitas.
Menyanyi dalam suatu paduan suara berbeda dengan menyanyi solo. Karena paduan suara harus memadukan suara kita dengan suara orang lain. Walaupun misalnya dalam paduan suara seseorang bisa bernyanyi dengan baik sebagai individu, tapi ini masih belum cukup. Ada satu hal yang sangat penting dalam menyanyi dalam paduan suara, yakni ketika sedang bernyanyi, kita harus bisa mendengar suara orang lain juga. Jika biasanya paduan suara dibentuk oleh empat macam jenis suara: sopran, alto, tenor, dan bass - maka ketika sedang menyanyi, jika misalnya suara kita tenor, maka kita harus bisa mendengar suara ketiga lainnya. Dan lebih lagi, masing-masing suara itu biasanya lebih daripada satu orang, maka kita harus bisa merasakan dan mendengarkan lebih banyak lagi.
Harmoni dengan sendirinya akan semakin menghilangkan monopoli dan kemenonjolan.
Apa artinya? Ini berarti di samping bisa merasakan pitch nada lagu, kita juga memperhatikan suara orang lain. Dengan begini kita bisa mendengar kelembutan, tempo, alunan, dan irama nyanyian. Dengan melibatkan ini semua terbentuklah sebuah harmoni.
Dan kita tahu bukan? Harmoni itu indah, mendamaikan, dan sangat artistik...
:-)